Pernah suatu kali, dua gadis gemukmenuntut salah satu restoran fast food (makan cepat saji) burger di Amerika, dengan alasan makanan restoran tersebut mengandung bahan addictive(adiktif: bersifat kecanduan; bersifat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya). Mereka menuntut karena tidak mampu melawan godaan untuk tidak makan burger itu. Tetapi hakim memutuskan tidak memenangkan kasus ini karena menurut hakim dua gadis ini seharusnya tahu konsekuensi makan burger dan tidak bisa mempersalahkan restoran. Kalau pun dua gadis ini menang dalam kasusnya, apakah akan membuat berhenti untuk makan burger tersebut? Menurut saya, selama dua gadis tersebut tidak dapat menahan keinginannya untuk makan burger, masalah mereka tidak akan selesai. Jadi, persoalan sebenarnya bukan apa yang sedang mereka makan, tetapi ada pada mereka sendiri, yaitu belum dapat menahan diri perihal makan.
Sahabat Gandoem Mas, seringkali kita menyalahkan apa yang ada di luar kita, ketika sesuatu yang buruk terjadi. Contoh soal yang sederhana, soal makanan. Seringkali makanan menjadi alasan ketika kita sedang sakit. Melalui renungan hari ini, kita diingatkan agar lebih berhikmat soal makanan. Bukan saja masalah obesitas yang cenderung berpotensi terjangkit penyakit, tetapi masalah kesehatan juga penting untuk diperhatikan. Padahal kadang kita yang tidak dapat mengontrol untuk memakannya.
Oleh karena itu Amsal mengingatkan agar kita memasang pisau di leher, jika tidak bisa menahan nafsu makan (Amsal 23:2). Melalui firman Tuhan ini di belajar untuk perkara kecil, yaitu mulai dari makanan. Jika perkara makanan saja, kita tidak dapat menahan diri, saya kuatir kita gagal untuk tahap penguasaan diri. SP